News

Pertumbuhan Ekonomi Tak Bermakna Jika Ketimpangan Tak Dibereskan

×

Pertumbuhan Ekonomi Tak Bermakna Jika Ketimpangan Tak Dibereskan

Sebarkan artikel ini
Pertumbuhan Ekonomi Tak Bermakna Jika Ketimpangan Tak Dibereskan

*)Oleh: Imam Mustakim
Pemerhati ekonomi dan kebijakan publik, Wasekjen DPP Petani NasDem dan Sekretaris DPD Partai NasDem Kab. Tulungagung

Restorasi, Mataraman.net –  Indonesia baru saja mencatat angka pertumbuhan ekonomi yang membuat banyak pihak menaruh perhatian. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 5,12 persen (yoy) pada triwulan II-2025, melampaui ekspektasi pasar yang semula berada di kisaran 4,8 persen. Angka tersebut seolah menjadi kabar gembira di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi di banyak negara.

Namun, sebelum euforia menguasai ruang publik, penting untuk menanyakan: apakah pertumbuhan itu benar-benar bermakna bagi kesejahteraan rakyat? Apakah angka tersebut mencerminkan pemerataan kesejahteraan, atau justru menyembunyikan ketimpangan yang semakin melemah.

Ketimpangan di Balik Pertumbuhan

Kenyataannya, laju pertumbuhan tidak selalu sejalan dengan peningkatan kesejahteraan yang merata. Banyak ekonom menilai, sebagian besar kenaikan PDB justru ditopang oleh sektor-sektor padat modal, bukan padat karya. Artinya, meskipun ekonomi tumbuh, penciptaan lapangan kerja yang layak bagi rakyat kecil belum berjalan seimbang.

Di sisi lain, ketimpangan distribusi pendapatan masih menjadi momok. Data Gini Ratio Indonesia yang bertahan di kisaran 0,38–0,40 dalam lima tahun terakhir menunjukkan bahwa kesenjangan antarpendapatan belum banyak berubah. Sebagian besar pertumbuhan dinikmati oleh kelompok atas, sementara masyarakat bawah tetap berkutat dengan daya beli yang rendah dan pekerjaan informal yang tidak pasti.

Kondisi ini diperparah dengan biaya hidup yang terus meningkat, terutama di sektor pangan dan perumahan. Kenaikan harga beras, minyak goreng, dan kebutuhan pokok lainnya dalam dua tahun terakhir membuat rakyat kecil sulit merasakan manfaat dari angka pertumbuhan ekonomi yang tampak impresif di atas kertas.

Baca Juga :  Reise ins Jenseits: Symbolik in moderner Unterhaltung 2025

Survei dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025

Berikut ringkasan hasil survei dan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari berbagai lembaga nasional dan internasional yang dirilis sepanjang tahun 2025:

 

Pertumbuhan Ekonomi Tak Bermakna Jika Ketimpangan Tak Dibereskan
Tabel Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025

Tabel tersebut memperlihatkan bahwa meskipun pertumbuhan Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan negara lain di kawasan Asia Tenggara, sebagian besar lembaga memproyeksikan laju ekonomi cenderung stagnan di bawah 5 persen. Ini menandakan bahwa fondasi ekonomi nasional masih rentan terhadap perlambatan global dan ketimpangan domestik.

Mengapa Pertumbuhan Belum Bermakna

Pertumbuhan ekonomi yang tidak inklusif akan menghasilkan “kemakmuran semu”. Ada beberapa penyebab utama mengapa angka pertumbuhan belum mencerminkan pemerataan kesejahteraan:

1. Ketimpangan struktural: Akses terhadap modal, pendidikan, dan teknologi masih terkonsentrasi pada kelompok menengah atas. Akibatnya, produktivitas sektor UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat tidak mampu bersaing.
2. Kualitas pekerjaan rendah: Pertumbuhan ekonomi yang ditopang investasi padat modal tidak selalu menciptakan pekerjaan layak. Banyak tenaga kerja terserap di sektor informal dengan upah minim dan tanpa jaminan sosial.
3. Keterbatasan jaringan pengaman sosial: Program bantuan pemerintah seringkali bersifat jangka pendek dan belum menyentuh akar masalah struktural, seperti pemerataan pendidikan, akses kesehatan, serta pembiayaan usaha kecil.

Membangun Pertumbuhan yang Inklusif

Untuk menjadikan pertumbuhan ekonomi bermakna, pemerintah harus mengubah arah kebijakan dari growth-oriented menjadi equity-oriented dari sekadar mengejar angka menjadi membangun fondasi pemerataan yang berkelanjutan.

Baca Juga :  Sound Horeg dalam Pusaran Fatwa Antara Hiburan, Ancaman Sosial, dan Ketimpangan Ekonomi

Langkah-langkah yang perlu diperkuat antara lain:
1. Meningkatkan produktivitas UMKM melalui pelatihan, digitalisasi, dan akses pembiayaan murah.
2. Mendorong pemerataan infrastruktur dan investasi daerah, bukan hanya di Jawa tetapi juga luar Jawa.
3. Memperkuat kebijakan redistribusi fiskal, termasuk pajak progresif dan belanja sosial yang lebih efektif.
4. Menjamin pekerjaan layak dan perlindungan sosial bagi pekerja informal serta buruh sektor padat karya.

Pertumbuhan yang sejati adalah pertumbuhan yang menghadirkan kesempatan dan martabat bagi semua warga, bukan hanya segelintir elite ekonomi.

Penutup

Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen pada triwulan II-2025 memang patut diapresiasi. Namun, pemerintah tidak boleh terlena pada angka statistik yang menenangkan. Jika ketimpangan dibiarkan, maka pertumbuhan hanya akan menjadi “menara gading” yang tinggi tetapi rapuh.

Kritik ini bukan untuk menafikan capaian pemerintah, melainkan untuk mengajak agar kebijakan ekonomi diarahkan lebih adil, berpihak pada rakyat kecil, dan berorientasi pada pemerataan kesejahteraan. Pertumbuhan harus dirasakan di meja makan rakyat dalam harga pangan yang stabil, lapangan kerja yang layak, dan layanan publik yang terjangkau.

Pertumbuhan ekonomi sejati bukan hanya tentang berapa besar angka PDB, tetapi tentang seberapa banyak rakyat yang hidupnya menjadi lebih baik. Jika ketimpangan terus dibiarkan, maka angka pertumbuhan yang tinggi tidak akan pernah bermakna bagi masa depan bangsa. (*)