RestorasiTulungagung

Rencana PPN 12% Menyeimbangkan Kebutuhan Negara dan Kesulitan Rakyat

×

Rencana PPN 12% Menyeimbangkan Kebutuhan Negara dan Kesulitan Rakyat

Sebarkan artikel ini
Imam Mustakim, Pemerhati Ekonomi, Wasekjen DPP Petani NasDem

Restorasi Malam, Mataraman.net – Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% menjadi salah satu isu yang ramai diperbincangkan di masyarakat. Langkah ini dianggap sebagai strategi untuk meningkatkan pendapatan negara guna mendukung pembangunan nasional, terutama di sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Dalam konteks ekonomi global yang tidak menentu, kebijakan ini menjadi upaya pemerintah untuk menjaga stabilitas fiskal dan ketahanan anggaran. Namun, kebijakan ini juga menimbulkan pertanyaan besar tentang dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan keberlanjutan usaha kecil dan menengah (UMKM) sebagai tulang punggung ekonomi nasional.

Secara fiskal, kenaikan PPN dapat memberikan tambahan pemasukan yang sangat dibutuhkan. Indonesia selama ini memiliki tax ratio yang relatif rendah dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN, yang menunjukkan adanya ruang untuk meningkatkan kontribusi pajak terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Dengan meningkatnya penerimaan pajak, pemerintah dapat lebih leluasa mendanai program-program prioritas. Namun, kenaikan tarif ini memiliki konsekuensi langsung, terutama pada kenaikan harga barang dan jasa yang akan memengaruhi daya beli masyarakat.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Sebagai pajak yang bersifat regresif, PPN menempatkan beban lebih besar pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Ketika harga kebutuhan pokok naik, daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah menjadi tergerus. Akibatnya, konsumsi domestik komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi melambat. Kondisi ini dapat memengaruhi stabilitas ekonomi nasional, karena konsumsi domestik menyumbang lebih dari setengah PDB Indonesia.

Tekanan yang sama juga dirasakan oleh UMKM, yang selama ini menjadi penopang ekonomi nasional. UMKM berkontribusi sekitar 60% terhadap PDB dan mempekerjakan lebih dari 97% tenaga kerja Indonesia. Kenaikan PPN dapat memperbesar biaya operasional UMKM, sementara daya beli konsumen menurun. Tekanan ganda ini dapat mengakibatkan penurunan omzet, bahkan berisiko memicu kebangkrutan bagi sebagian pelaku usaha kecil. Selain itu, kebijakan ini dapat meningkatkan informalitas sektor usaha, karena pelaku usaha kecil yang kesulitan mematuhi regulasi pajak cenderung menghindar dari kewajiban tersebut.

Baca Juga :  Pilkada 2024: Ujian Bagi Komitmen Daerah Terhadap Kemandirian Pangan

Untuk memitigasi dampak negatif kebijakan ini, pemerintah perlu mengambil langkah strategis. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan pengecualian atau tarif pajak lebih rendah untuk barang kebutuhan pokok dan sektor UMKM. Langkah ini dapat mengurangi tekanan pada kelompok rentan sekaligus menjaga keberlanjutan usaha kecil. Selain itu, program kompensasi sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) perlu diperluas untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah dari lonjakan harga.

Di sisi lain, pemerintah juga harus memastikan bahwa peningkatan penerimaan pajak disertai dengan pengelolaan anggaran yang transparan dan efisien. Efektivitas belanja negara menjadi kunci untuk memastikan manfaat dari kebijakan ini dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Selain itu, perluasan basis pajak melalui digitalisasi perpajakan dan pemberantasan penghindaran pajak juga harus menjadi prioritas. Dengan demikian, tambahan penerimaan tidak hanya mengandalkan kenaikan tarif, tetapi juga berasal dari peningkatan kepatuhan pajak.

Sebagai kebijakan fiskal yang strategis, rencana kenaikan PPN menjadi 12% harus dilaksanakan dengan kehati-hatian dan pertimbangan yang komprehensif. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak sekadar bertujuan menambah pendapatan negara, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas. Langkah ini memang penting untuk memperkuat anggaran negara, terutama dalam mendanai sektor-sektor vital seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Namun, di sisi lain, pemerintah juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap daya beli masyarakat, keberlangsungan UMKM, dan kestabilan perekonomian secara keseluruhan.

Baca Juga :  Menguji Militansi Kader Partai Dalam Pilkada 2024

Sebagai pajak yang bersifat regresif, PPN memiliki dampak yang lebih besar terhadap kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, yang mungkin harus menghadapi kenaikan harga barang dan jasa tanpa peningkatan pendapatan yang sebanding. Jika tidak ditangani dengan langkah mitigasi yang tepat, kenaikan tarif ini bisa memperburuk ketimpangan ekonomi dan menekan konsumsi domestik, yang selama ini menjadi motor penggerak utama perekonomian nasional. Begitu pula bagi UMKM, kenaikan PPN dapat menjadi tekanan tambahan, baik dari segi operasional maupun daya beli konsumen, yang pada akhirnya dapat mengancam keberlanjutan usaha mereka.

Untuk memastikan kebijakan ini berjalan dengan baik, pemerintah perlu mengadopsi berbagai strategi mitigasi yang menyeluruh. Memberikan pengecualian pajak bagi barang kebutuhan pokok dan sektor UMKM, memperluas program perlindungan sosial seperti bantuan langsung tunai, serta meningkatkan efisiensi belanja negara adalah langkah-langkah yang dapat membantu meredam dampak negatif kebijakan ini. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak, sehingga masyarakat dapat melihat dan merasakan manfaat langsung dari penerapan kebijakan ini.

Keberhasilan rencana kenaikan PPN ini tidak hanya ditentukan oleh kemampuan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga oleh komitmen untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal dan perlindungan terhadap kelompok rentan. Dengan perencanaan yang matang, pengawasan yang ketat, dan kebijakan yang inklusif, langkah ini dapat menjadi momentum untuk memperkuat perekonomian Indonesia secara berkeadilan. Pada akhirnya, kebijakan ini harus menjadi bagian dari solusi bersama untuk membangun Indonesia yang lebih tangguh, berkelanjutan, dan inklusif tanpa meninggalkan siapa pun di belakang.

Penulis: Imam Mustakim, Pemerhati Ekonomi, Wasekjen DPP Petani NasDem.