PeristiwaTrenggalek

MUI Jatim Masih Godok Fatwa Sound Horeg Usai Rapat Hadirkan Penyedia

×

MUI Jatim Masih Godok Fatwa Sound Horeg Usai Rapat Hadirkan Penyedia

Sebarkan artikel ini
MUI Jatim Masih Godok Fatwa Sound Horeg Usai Rapat Hadirkan Penyedia
MUI Jatim bersama pegiat sound horeg Jatim. (Istimewa)

Trenggalek, Mataraman.net – Fatwa Sound Horeg yang dikeluarkan dalam forum Bahstul Masail di Pondok Pesantren Besuk Pasuruan menuai pro kontra. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur telah menghadirkan pelaku usaha sound sistem untuk mendengarkan masukan.

Salah satu Anggota Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Zahro Wardi mengungkapkan masih belum mengeluarkan statmen resmi. Karena masih menunggu keputusan setelah menghadirkan pegiat sound horeg Jawa Timur.

“Kemarin disepakati bersama, tidak boleh Ada yang menyampaikan sebelum resmi Fatwa MUI Jatim dirilis,” ujar KH Zahro Wardi, Kamis (10/7/2025).

MUI Jatim Masih Godok Fatwa Sound Horeg Usai Rapat Hadirkan Penyedia
Sound Horeg saat karnaval Desa Karanganom Trenggalek. (bahr)

Kiai yang juga Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Bahstul Masa’il Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Timur ini menerangkan secara pribadi fenomena sound horeg yang lagi ramai ini harus bijak di dalam menyikapi. Selanjutnya harus dirumuskan secara komprehensif harus lengkap.

“Sebab kalau saya amati pro kontra sound horeg itu bermula dari pandangan-pandangan yang parsial,” terangnya.

Pertama, menurut Gus Zahro ada pandangan dari pegiat fikih, yaitu berasal dari rumusan Bahtsul Masail di Banyuwangi, di Pasuruan, lalu ada di An-Najah Denanyar. Sehingga ada tiga rumusan tentang sound horeg.

Lalu, yang kedua pandangan dari pemerintah, bagaimana di pandangan pemerintah. Salah satunya, Kemenkumham sudah mau menerbitkan satu keputusan penting tentang sound horeg bahwa sound horeg itu bagian dari karya intelektual nasional.

Baca Juga :  Gus Zahro Sebut Fatwa Haram Sound Horeg Perlu Cari Solusi Tepat

Lalu, ada pandangan yang lain yakni dari pelaku sound horeg. Tiga tiganya itu harus jami kan dikumpulkan pandangan jangan parsial-parsial. Sehingga masing-masing bersikukuh terhadap tasawur pandangannya yang kemudian menghasilkan satu kesimpulan berbeda.

“Saya tidak menyalahkan pandangan ulama dalam hal ini ahli fikih merumuskan tentang sound horeg. Hanya saja rumusan yang heboh sound horeh haram secara mutlak itu kan digambarkan sound horeg dari pandangan atau sisi sisi negatif semua,” paparnya.

Ia menyayangkan di rumusan ini tidak ada solusi, juga tidak ada rekomendasi. Sekaligus tidak menghadirkan pelaku sound horeg, sehingga masih belum pas.

“Tidak menghadirkan ahli THT umpamanya berkaitan kesehatan. Juga tidak menghadirkan pemerintah,” imbuhnya.

Salah satu Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Karangan ini menerangkan bahwa untuk pandangan dari pemerintah, Gus Zahro membaca dan memaknai sebagai pendukung dari sound horeg.

Terbukti, beberapa tahun ini kegiatan sound horeg ramai di beberapa daerah bahkan menjadi icon seperti Banyuwangi, Jember hingga Blitar.

Baca Juga :  Prihatin! 35 Persen Perusahaan di Trenggalek Tak Bayar Karyawan Sesuai UMK

Dikatakannya, semua ikut mendukung termasuk pemerintah daerah. Ada pandangan mereka sound horeg menjadi hiburan masyarakat. Bahkan sound horeg mendongkrak ekonomi daerah sampai sund horeg bisa menarik wisatawan.

“Nah makanya tidak hanya melarang justru kalau tidak salah ini sudah akan didaftarkan salah satu karya intelektual,” ulasnya.

Gus Zahro melanjutkan, pandangan ketiga dari pelaku sound horeg itu sendiri. Mereka berdalih bahwa usahanya ini tidak ada yang salah karena hanya sebagai penyedia. Lalu, sebagai penyelenggara umpama pihak yang menyewakan juga berdalih bahwa kegiatan yang menjadi hiburan rakyat yang murah gratis.

“Pun juga menjadi menjadi lapangan pekerjaan bagi yang terlibat baik yang bertugas di sound horeg sendiri,” katanya.

Alumnus Pondok Pesantren Lirboyo Kediri ini menjelaskan di setiap acara ini juga menjadi lapangan pekerjaan bagi yang terlibat. Mulai yang bertugas sound horeg sendiri, UMKM, pengelolaan parkir dan sebagainya.

“Oleh karenanya pandangan saya selaku dosen fikih kebangsaan. Alangkah baiknya 3 elemen memiliki pandangan berbeda ini disatukan dalam satu persepsi tentang tidak hanya hukum. Tapi solusinya ada,” tegasnya. (bahr/red)