Restorasi Pagi, Mataraman.net – Seiring dengan dimulainya pemerintahan baru, harapan akan pemulihan ekonomi dan pembangunan yang lebih berkelanjutan semakin tinggi. Presiden baru dihadapkan pada tanggung jawab besar untuk menjaga stabilitas ekonomi sambil menavigasi berbagai tantangan, baik di tingkat domestik maupun global. Fenomena seperti inflasi yang terus membayangi, perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pertanian, serta dampak konflik geopolitik terhadap harga komoditas membuat stabilitas ekonomi menjadi isu yang sangat krusial.
Era pemerintahan baru di Indonesia membawa angin segar sekaligus tantangan besar bagi perekonomian nasional. Dengan situasi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian termasuk dampak berkelanjutan dari pandemi COVID-19, konflik geopolitik yang terus memanas, serta perubahan iklim yang semakin dirasakan di sektor pertanian pemerintah dihadapkan pada tanggung jawab untuk menjaga stabilitas ekonomi sambil mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Salah satu fokus utama adalah memperkuat sektor-sektor vital seperti pertanian, manufaktur, dan UMKM, yang menjadi tulang punggung bagi perekonomian domestik dan penyedia lapangan kerja terbesar bagi masyarakat. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sektor-sektor ini masih berperan signifikan dalam menyokong Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, tetapi mereka juga menghadapi berbagai tantangan, mulai dari fluktuasi harga bahan baku hingga perubahan pola cuaca yang tidak menentu.
Selain itu, stabilitas harga dan inflasi menjadi isu sentral yang mempengaruhi daya beli masyarakat, khususnya di kalangan kelompok rentan. Tingginya harga pangan, energi, dan kebutuhan pokok lainnya memberikan tekanan besar terhadap masyarakat berpenghasilan rendah, sementara pemerintah baru harus merespons dengan kebijakan yang tepat untuk menjaga keseimbangan antara pengendalian inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi. Tantangan ini diperparah dengan ketidakpastian di pasar global, di mana perlambatan ekonomi dunia dapat memengaruhi ekspor Indonesia, khususnya di sektor komoditas.
Kebijakan fiskal yang diambil oleh pemerintahan baru juga menjadi sorotan, terutama dalam upaya menjaga defisit anggaran tetap terkendali sambil melanjutkan program-program bantuan sosial yang krusial bagi pengentasan kemiskinan. Pengurangan subsidi energi dan pupuk yang telah diimplementasikan, meskipun bertujuan untuk menjaga keberlanjutan fiskal, menimbulkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap kesejahteraan petani dan masyarakat pedesaan. Dalam kondisi ini, pemerintah perlu lebih cermat menyeimbangkan antara kebutuhan fiskal dan sosial, terutama untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil tidak memperburuk ketimpangan yang sudah ada.
Sebagai bagian dari transformasi ekonomi menuju pertumbuhan yang lebih hijau dan berkelanjutan, pemerintah baru juga menunjukkan komitmen dalam pengembangan energi terbarukan dan upaya untuk mengurangi emisi karbon. Langkah-langkah ini penting tidak hanya untuk memenuhi target iklim internasional, tetapi juga untuk menciptakan lapangan kerja baru dan menjaga kelestarian lingkungan hidup di tengah ancaman perubahan iklim yang semakin nyata. Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada bagaimana pemerintah mampu mengeksekusi dan mengimplementasikannya di lapangan, serta bagaimana sektor swasta dan masyarakat turut dilibatkan dalam transformasi ini.
Oleh karena itu, stabilitas ekonomi di era pemerintahan baru bukan hanya soal menjaga angka pertumbuhan, tetapi juga soal bagaimana kebijakan yang diambil dapat menciptakan fondasi yang kuat untuk pertumbuhan jangka panjang yang inklusif, berkelanjutan, dan berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Pemerintahan baru dihadapkan pada peluang besar untuk mendorong perubahan positif, namun tantangan-tantangan yang ada menuntut solusi inovatif dan eksekusi kebijakan yang efektif agar Indonesia dapat benar-benar mencapai pertumbuhan yang adil dan merata bagi semua lapisan masyarakat.
Fenomena Ekonomi Global dan Implikasinya bagi Indonesia
Perekonomian global saat ini berada dalam kondisi yang tidak pasti, terutama disebabkan oleh perlambatan ekonomi di beberapa negara besar dan dampak konflik geopolitik. Ketegangan yang berkepanjangan di Eropa Timur dan Asia Pasifik telah menyebabkan lonjakan harga energi dan pangan di seluruh dunia. Indonesia, sebagai negara yang memiliki ketergantungan terhadap impor energi dan beberapa bahan pangan, terpengaruh oleh kondisi ini. Data terbaru dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa inflasi pada tahun 2024 masih berada pada kisaran 4,2%, sedikit lebih tinggi dari target inflasi yang ditetapkan di bawah 4% .
Kenaikan harga energi berdampak langsung pada biaya produksi di berbagai sektor, terutama sektor pertanian dan manufaktur. Di sisi lain, harga pangan yang meningkat memberikan tekanan tambahan pada daya beli masyarakat. Menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok menjadi tantangan utama pemerintah baru, karena lonjakan harga dapat memicu ketidakstabilan sosial, terutama di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintahan baru telah merespons dengan serangkaian kebijakan untuk menstabilkan harga, seperti menjaga pasokan dan meningkatkan subsidi untuk bahan pokok tertentu. Namun, efektivitas langkah-langkah ini masih harus dilihat dalam beberapa bulan ke depan.
Kebijakan Ekonomi Pemerintahan Baru: Fokus pada Stabilitas dan Pembangunan
Pemerintahan baru telah mengusung visi untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Fokus utama kebijakan ekonomi tampaknya diarahkan pada penguatan sektor riil, khususnya pertanian, manufaktur, dan UMKM, yang diharapkan dapat menjadi mesin utama penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan data dari BPS, sektor UMKM saat ini menyerap lebih dari 97% tenaga kerja di Indonesia dan menyumbang sekitar 60% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) . Namun, UMKM juga merupakan salah satu sektor yang paling rentan terhadap fluktuasi ekonomi, terutama karena keterbatasan akses permodalan dan teknologi.
Sektor pertanian juga menjadi perhatian utama dalam pemerintahan baru, mengingat perannya yang signifikan dalam menjaga ketahanan pangan dan mengurangi kemiskinan di pedesaan. Namun, sektor ini menghadapi berbagai tantangan, seperti perubahan iklim, akses terhadap input pertanian yang terbatas, dan masalah distribusi hasil produksi. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi petani adalah ketersediaan dan distribusi pupuk. Data dari BPS menunjukkan bahwa alokasi pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian di beberapa daerah, seperti Tulungagung, mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir, dari 12.500 ton pada tahun 2019 menjadi hanya 10.000 ton pada tahun 2024 . Hal ini berimplikasi pada produktivitas pertanian yang stagnan, bahkan menurun di beberapa wilayah.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah baru merencanakan sejumlah kebijakan yang lebih terarah, termasuk peningkatan alokasi subsidi pupuk dan distribusi yang lebih efisien. Selain itu, digitalisasi sektor pertanian melalui program “Pertanian 4.0” juga menjadi prioritas, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi produksi dan akses petani terhadap pasar yang lebih luas.
Keseimbangan antara Stabilitas Fiskal dan Kesejahteraan Sosial
Pemerintah juga dihadapkan pada dilema antara menjaga stabilitas fiskal dan memperluas program kesejahteraan sosial. Defisit anggaran negara pada tahun 2024 diproyeksikan akan berada di kisaran 2,1% dari PDB, lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, di mana defisit mencapai hingga 6% akibat dampak pandemi . Pemerintah telah berkomitmen untuk menjaga defisit dalam batas yang terkendali guna memastikan keberlanjutan fiskal jangka panjang.
Namun, pengurangan belanja publik dalam beberapa sektor berpotensi menimbulkan konsekuensi sosial yang serius. Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah pengurangan subsidi bahan bakar dan pupuk, yang dapat memicu kenaikan harga barang kebutuhan pokok dan menambah beban masyarakat berpenghasilan rendah. Fenomena ini sudah terlihat dalam beberapa bulan terakhir, di mana harga beras dan bahan pangan lainnya mengalami kenaikan signifikan akibat berkurangnya subsidi pupuk serta dampak kekeringan yang melanda berbagai daerah di Indonesia.
Di sisi lain, untuk menjaga keseimbangan anggaran, pemerintah baru telah meluncurkan sejumlah program bantuan sosial yang lebih terarah, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Keluarga Harapan (PKH). Langkah ini diharapkan dapat meredam dampak kenaikan harga dan menjaga daya beli masyarakat di level bawah. Namun, tantangannya adalah bagaimana memastikan distribusi bantuan sosial tersebut berjalan secara efisien dan tepat sasaran, tanpa menimbulkan moral hazard atau penyalahgunaan.
Transformasi Ekonomi: Langkah Menuju Pertumbuhan Hijau
Pemerintahan baru juga telah menunjukkan komitmennya terhadap transformasi ekonomi menuju pertumbuhan hijau yang berkelanjutan. Agenda ini sejalan dengan upaya global untuk menanggulangi perubahan iklim dan menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu langkah konkret yang sudah direncanakan adalah peningkatan investasi di sektor energi terbarukan dan pengurangan ketergantungan pada energi fosil. Saat ini, sektor energi terbarukan hanya menyumbang sekitar 12% dari total energi nasional, dan pemerintah berencana untuk meningkatkan angka ini hingga 23% pada tahun 2030 .
Selain itu, pemerintah juga berupaya mendorong investasi hijau melalui insentif pajak dan kemudahan perizinan bagi proyek-proyek yang berorientasi pada keberlanjutan lingkungan. Pengembangan teknologi bersih di sektor industri juga menjadi salah satu prioritas, dengan harapan dapat menciptakan lapangan kerja baru sekaligus mengurangi emisi karbon.
Stabilitas ekonomi di era pemerintahan baru bukan hanya persoalan menjaga pertumbuhan makroekonomi yang stabil, tetapi juga bagaimana kebijakan ekonomi tersebut dapat memberikan dampak nyata pada kesejahteraan masyarakat. Pemerintah perlu menjaga keseimbangan antara stabilitas fiskal dan komitmen terhadap peningkatan kesejahteraan sosial, terutama bagi kelompok rentan seperti petani dan pekerja UMKM.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global, tantangan domestik seperti inflasi, ketahanan pangan, dan perubahan iklim membutuhkan kebijakan yang cermat dan responsif. Transformasi ekonomi menuju pertumbuhan hijau dan berkelanjutan, jika dilakukan dengan baik, dapat menjadi solusi jangka panjang bagi Indonesia untuk mengatasi tantangan tersebut dan mewujudkan pertumbuhan yang inklusif serta ramah lingkungan. Pemerintah baru memiliki peluang besar untuk menavigasi perubahan ini, dan kesuksesannya akan sangat bergantung pada eksekusi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan.
Penulis:
Imam Mustakim
Pemerhati Ekonomi, Wasekjen DPP Petani NasDem, Sekretaris DPD Partai NasDem Kabupaten Tulungagung
Discussion about this post